Kamis, 01 Agustus 2024

Aksi Nyata Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERKAIT KASUS DILEMA ETIKA

Oleh Muhammad Taufik, S.Pd.

 

Kesimpulan Materi Modul 3.1.

                        Tidak dapat dipungkiri, sebagai seorang pimpinan pasti menghadapi masalah-masalah yang terkadang membutuhkan keputusan terbaik untuk solusi penyelesaiannya.  Pimpinan harus benar-benar jeli dalam menganalisis masalah yang dihadapi, dengan kepala dingin berusaha mencari akar masalah yang terjadi, mengkaitkannya dengan nilai-nilai kebajikan universal, dan mencari pilihan solusi terbaik yang dapat digunakan sebagai keputusan yang tepat dan efisien untuk dilakukan.

Bujukan moral adalah situasi dimana seseorang harus menentukan keputusan antara benar atau salah.  Sedangkan dilema etika adalah situasi dimana seseorang harus menentukan keputusan antara benturan beberapa nilai-nilai kebajikan universal.  Sebelum menentukan suatu keputusan, pimpinan harus memahami prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan, diantaranya berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), berpikir berbasis peraturan (rule based thinking) dan berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking).  Selain itu, pimpinan juga harus menguasai paradigma dilema etika, yaitu individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang.

Agar keputusan yang diambil efektif dan tepat sasaran, seorang pemimpin hendaknya  memahami dengan baik langkah-langkah dalam pengambilan dan pengujian keputusan.  Hal ini bertujuan agar keputusan yang ditetapkan nantinya benar-benar merupakan hasil analisa yang jelas dan objektif terkait fakta-fakta di lapangan, telah dilakukan pengujian terhadap hukum, peraturan, dan regulasi, telah memahami dampak yang mungkin terjadi, dan keabsahan dari terbitnya keputusan tersebut.  Berikut ini 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, yaitu :

1.      Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.

2.      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi.

3.      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi.

4.      Pengujian benar atau salah :

a.       uji legal,

b.      uji regulasi/standar profesional,

c.       uji intuisi,

d.      uji publikasi,

e.       uji panutan/idola.

5.      Pengujian paradigma benar lawan benar.

6.      Melakukan prinsip resolusi.

7.      Investigasi opsi trilema.

8.      Buat keputusan.

9.      Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Langkah-langkah di atas bertujuan agar keputusan yang diambil tepat dan benar berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal, berpihak pada murid, dan bertanggung jawab.

 

Pengalaman

                        Pada rapat Dewan Guru yang membahas tentang kenaikan kelas siswa pada tahun pelajaran 2024/2025, terdapat kasus dilema etika yang dialami oleh salah satu siswa kelas X.  Siswa tersebut telah menyelesaikan semua kegiatan pembelajaran di sekolah, ditunjukkan dengan capaian nilai raportnya dimana semua nilai yang diperoleh melampaui kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP).  Sikap anak ini baik di kelas.  Namun ketidakhadiran tanpa keterangan siswa tersebut mencapai lebih dari 30 hari dalam 1 tahun.  Regulasi terkait kriteria kenaikan kelas menyebutkan bahwa siswa dapat naik ke kelas atau jenjang lebih tinggi jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

1.      Mata pelajaran yang tidak tuntas minimal 3,

2.      Kehadiran peserta didik pada semester 1 dan 2 minimal 90 %,

3.      Memperoleh predikat B dalam penilaian sikap.

Terkait ketidakhadiran tanpa keterangan siswa tersebut yang berjumlah lebih dari 30 hari, wali kelas baru 1 (satu) kali melakukan pemanggilan orang tua.  Dalam beberapa pemanggilan berikutnya, orangtua yang bersangkutan tidak hadir dan tidak kooperatif dalam melakukan bimbingan bersama terhadap siswa tersebut.  Dalam hal ini wali kelas dan guru bimbingan konseling tidak maksimal dalam melakukan bimbingan terkait perilaku negatif yang dilakukan siswa tersebut.  Informasi dari beberapa guru mata pelajaran, kehadiran dan keaktifan siswa ini baik sehingga ia memperoleh nilai yang baik pada beberapa mata pelajaran tersebut.  Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka Kepala Sekolah berupaya menggali informasi tambahan dan memandang perlu untuk mendapatkan masukan dari guru-guru pada rapat kenaikan kelas.

                                    Dari kasus tersebut, saya melihat bahwa pimpinan sudah memahami prinsip pengambilan keputusan, paradigma dilema etika, dan langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan.  Untuk itu saya ikut berpartisipasi aktif dalam langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan tersebut.  Berikuti ini pengalaman dan refleksi saya terkait pengambilan keputusan dalam rapat kenaikan kelas tersebut.

1.      Pertama-tama saya mengenali bahwa terjadi pertentangan antara nilai-nilai kebajikan universal yaitu rasa keadilan lawan rasa kasihan.  Terkait rasa keadilan, saya amati bahwa hampir mayoritas siswa memenuhi semua syarat kenaikan kelas tersebut.  Mereka hadir dan aktif di sekolah dan memenuhi syarat kehadiran minimum yang ditentukan.  Selain itu mereka memiliki capaian yang baik pada semua mata pelajaran, dan memperoleh predikat B pada penilaian sikap.  Sedangkan untuk rasa kasihan, saya mengamati bahwa wali kelas dan guru BK tidak maksimal dalam melakukan bimbingan dan konseling.  Selain itu siswa tersebut memenuhi syarat kenaikan kelas lainnya dan berperilaku baik serta aktif dalam beberapa mata pelajaran berdasarkan pengakuan dari guru-guru mata pelajaran tersebut.

2.      Dari informasi kasus tersebut, saya memahami bahwa yang terlibat dalam situasi ini adalah siswa, Wali Kelas, Guru BK, dan Kepala Sekolah.

3.      Terkait fakta-fakta yang relevan, saya uraikan sebagai berikut :

a.       Siswa tersebut memiliki predikat B pada penilaian sikap.

b.      Siswa tersebut tuntas dalam semua mata pelajaran.

c.       Siswa tersebut tidak hadir tanpa keterangan lebih dari 30 hari.

d.      Bimbingan individu antara Wali Kelas dan siswa sudah dilakukan 1 kali, dan Bimbingan Konseling antara Guru BK, Wali Kelas, orangtua dan siswa sudah dilakukan 1 kali.

e.       Siswa tersebut aktif dalam beberapa mata pelajaran dan memperoleh nilai baik.

f.       Bimbingan Konseling maksimal dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali bersama orangtua, Wali Kelas, dan Guru BK.

g.      Sudah pernah terjadi hal serupa, dan pernah diputuskan untuk menaikkan kelas bagi siswa yang mengalami kasus serupa.

h.      Terjadi anggapan/paradigma di masyarakat bahwa di sekolah tersebut tetap menaikkan siswanya walaupun ketidakhadiran tanpa keterangan melebihi syarat kenaikan kelas.

 

4.      Pada tahap pengujian benar atau salah, saya analisa sebagai berikut :

a.       Tidak ada hukum yang dilanggar dari situasi ini.

b.      Terdapat regulasi/aturan terkait kenaikan kelas, yaitu  mata pelajaran yang tidak tuntas minimal 3, kehadiran peserta didik pada semester 1 dan 2 minimal 90 %, memperoleh predikat B dalam penilaian sikap.

c.       Intuisi saya mengatakan bahwa siswa tersebut harus diputuskan tidak naik kelas.

d.      Pimpinan dan saya tidak nyaman jika hasil keputusan dipublikasikan karena cara pandang dan pola pikir masyarakat berbeda-beda terhadap penilaian perilaku (moral)

e.       Panutan/idola saya akan melakukan hal serupa yaitu tidak menaikkan siswa ini.

5.      Pada pengujian paradigma benar lawan benar, saya analisa terjadi paradigma Keadilan lawan Kasihan pada kasus ini.

6.      Prinsip resolusi yang pimpinan dan saya pilih adalah sama, yaitu berpikir berbasis peraturan (rule based learning).  Hal ini tampak dari sikap Kepala Sekolah untuk membahas kasus siswa tersebut pada forum resmi yaitu Rapat Kenaikan Kelas oleh Dewan Guru yang dihadiri oleh lebih dari  jumlah guru, dengan mempertimbangkan semua informasi dan masukan dari guru mata pelajaran dan guru BK, dan mempertimbangkan regulasi yang berlaku.

7.      Berdasarkan pengamatan dan analisa saya, tidak terdapat opsi trilema dalam kasus ini.

8.      Kepala Sekolah memutuskan untuk tidak menaikkan kelas siswa tersebut dan sesuai dengan pemikiran dan pendapat saya.

9.      Bersama-sama kami sudah melihat kembali keputusan tersebut dan merefleksikannya berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang beririsan dengan kasus tersebut.

 

 

 

Refleksi

                        Dari pemahaman materi modul 3.1. dan pengalaman yang saya alami, dapatlah ditarik benang merah bahwa dalam pengambilan keputusan, kita perlu, memahami dan mempertimbangkan prinsip pengambilan keputusan dan paradigma dilema etika.  Selain itu kita sebagai pemimpin memerlukan semua fakta-fakta yang relevan dan hukum atau regulasi yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi.  Dalam menyelesaikan suatu masalah atau kasus, kita harus melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.  Selain itu, seorang pimpinan seyogyanya peka dan memahami paradigma yang terjadi pada masyarakat.  Hal ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang benar dan tepat, berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal, berpihak pada murid, dan bertanggung jawab serta membawa kebaikan bagi sekolah.  Dengan demikian, kemungkinan-kemungkinan negatif yang muncul dari keputusan yang kita buat dapat diminimalisir dan diatasi dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksi Nyata Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

  PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERKAIT KASUS DILEMA ETIKA Oleh Muhammad Taufik, S.Pd.   Kesimpulan Materi Modul 3.1.                       ...